Tampilkan postingan dengan label Ketidakadilan hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ketidakadilan hukum. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Maret 2014

Kenangan Tak Terlupakan Keluarga tentang Satinah Sebelum Menjadi TKI

Jumat, 28/03/2014 13:19 WIB

H-7 Batas Diyat Satinah

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Satinah Terancam Dipancung
Semarang - Satinah dikenal oleh keluarganya sebagai sosok yang pekerja keras dan peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Keluarga masih tidak percaya perempuan itu terlibat kasus hukum di Arab Saudi.

Sebelum bekerja menjadi TKI, Satinah berdagang di pasar, menjual sayuran di rumah, bekerja di kebun cengkeh, dan saat di Jakarta bekerja di konveksi. Menurut kakak ipar Satinah, Sulastri, Satinah bahkan mencari kesibukan ketika tidak ada yang dikerjakan.

"Rajin sekali, kalau disuruh 'diam' enggak mau. Di sini dagang di pasar, jual sayuran di rumah, di Jakarta ikut konveksi," kenang Sulastri saat ditemui di kediamannya Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Kamis (27/3/2014).

Ketika ditinggalkan suaminya dan pindah dari Tegal kemudian tinggal bersama Sulastri, Satinah menjadi semakin rajin dan memutuskan mengadu nasib di Arab Saudi menjadi TKI pada tahun 2002 silam. Kemudian pulang 2004, dan balik lagi ke Arab Saudi. Hingga pada tahun 2007, dia tersandung kasus pembunuhan majikan.

Melihat sifat Satinah, keluarga kadang masih tidak percaya ibu dari Nur Afriana tersebut terlibat kasus. Kini mereka hanya bisa pasrah. Satinah dan keluarganya menunggu hasil apakah Satinah akan bebas dari hukuman pancung atau tidak karena batas pembayaran diyat tinggal tujuh hari.

"Bersyukur masih banyak yang peduli dengan Satinah, mau menyumbang. Pemerintah Arab Saudi juga sudah membantu, tapi di sana pakainya hukum Islam," ujarnya.

Ikuti berbagai berita menarik yang terjadi hari ini di program "Reportase Sore" TRANS TV yang tayang Senin sampai Jumat pukul 15.15 WIB

(alg/try)
Browser anda tidak mendukung iFrame

Selasa, 03 Januari 2012

KAK SETO: "Penjara Mendidik Anak Menjadi Berbuat Kriminal" Oleh Edwin Firdaus

"Pada prinsipnya memenjarakan anak hanya akan mendidik si anak menjadi pelaku kriminal," ujar Kak Seto sapaan akrab Seto Mulayadi, di posko sandal jepit, Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2012).

Khusus kasus AAL, kata Seto itu merupakan tindakan penegak hukum yang telah melanggar prisip perlindungan anak. Pasalnya, dengan kasus sekecil itu, AAL harus rela mendekam di dalam jeruji besi lantaran para penegak hukumnya tidak mengenal kata keadilan. "Katakanlah, setiap anak bisa melakukan kekeliruan. Namun hukumannya tidak harus dipidana, apalagi dengan tuntutan 5 tahun penjara. Mudah-mudahan ini bisa mengubah paradigma keliru kita kepada anak-anak," kata Kak Seto.

Seperti diketahui sebelumnya, pada November 2010, seorang pelajar berinsial AAL mencuri sandal jepit milik seorang Brimob berinisial AR. Bulan Mei 2011, polisi memanggil AAL dan menginterogasinya sampai yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Kasus itu kemudian sampai ke pengadilan Palu, Sulawesi Tengah, dan AAL kini terancam 5 tahun penjara.