Kamis, 26 Maret 2015

"KEHAMILAN PERTAMA" By Hugh Jolly


PERASAAN  yang dialami seorang wanita pada saat disadarinya bahwa ia telah mengandung untuk pertama kalinya, kiranya tergantung  dari apakah  kehamilan  itu memang  sudah  direncanakan, atau tidak diinginkan.  Namun,  pada kehamilan  yang  menurut  rencana  dan  sangat diinginkan sekalipun, perasaan gembira selalu tercampur dengan perasaan gelisah.


Wanita yang sedang mengandung merasa dirinya lebih rawan; ia tahu bahwa tindak-tanduknya dapat membahayakan kesehatan bayi yang akan dilahirkannya. Tidak boleh tidak ia selalu memikirkan dan mencemaskan keselamatan bayinya itu — baik fisik maupun emosional.

Tidak diragukan bahwa kebanyakan ibu kalau mungkin lebih senang melahirkan di rumah sendiri. Tetapi di zaman sekarang ini jarang, bahkan hampir tak ada, dokter yang tersedia membantu kelahiran bayi di rumah ibunya sendiri. Memang melahirkan di rumah sakit adalah yang paling aman. Alangkah baaiknya kalau segi keamanan ini dilengkapi pula dengan segi manusiawi.

Melahirkan bayi adalah perkara keluarga dan hendaknya tetaplah demikian, walau harus dilaksanakan di rumah sakit sekalipun. Sebab sekarang ini sudah terlalu lama adanya tradisi suami seakan-akan diasingkan dari masalah kehamilan dan sakitnya melahirkan. Cobalah kita pikirkan, hanya berapakah jumlah suami yang mau menemani istrinya ke klinik bersalin. Bahkan pada kunjungan pertama yang sangat penting ketika hamil atau tidaknya sang istri itu dipastikan. Seakan-akan tanggung jawab yang menyangkut peristiwa penting ini lebih terletak di tangan  dokter dan rumah sakit daripada sang suami.

Di beberapa rumah sakit, suami yang menemani istrinya ke klinik bersalin dipersilahkan menunggu di ruang lain, seperti tak usah tahu-menahu. Semestinya dokter menganjurkan kepada bidan dan orang-orang lain yang bekerja di klinik untuk mempersilahkan para suami yang menemani istrinya supaya ikut duduk dan mendengarkan segala penjelasan mengenai hal-hal yang berkait dengan masalah kehamilan, mengenai perubahan psikologis selama ibu mengandung, mengenai sakitnya saat melahirkan yang tidak boleh tidak akan diderita oleh wanita yang melahirkan. Semua itu adalah persoalan istri maupun suami.

Pada waktu sekarang ini, lebih baik kalau suami-istri di beri tahu tentang peranan masing-masing pada waktu kelahiran bayi mereka. Sebab semakin banyak suami yang menghendaki untuk mendampingi istri tersayangnya selama melahirkan. Tetapi untuk itu diperlukan adanya penerangan dan latihan secukupnya, kalau tidak ingin terjadi kekecewaan terhadap teman sehidup-sematinya itu. Melahirkan bukanlah barang sembarangan. Sungguh tidak seyogyanya membiarkan suami menunggui istri pada peristiwa penting itu tanpa dipersiapkan sebelumnya.

Kiranya cukup lazim bahwa untuk melahirkan, seorang wanita dibawa ke rumah sakit yang paling dekat. Namun demikian, tidak ada yang menjadi penghalang kalu ia minta diantar ke rumah sakit manapun juga, asal dokter setuju asal tempatnya tidak terlampau jauh untuk dicapai pada waktunya setelah rasa sakit untuk melahirkan mulai.

Dalam hal menentukan pilihan akan massuk ke rumah sakit mana, pengalaman teman-teman akan sangat besar pengaruhnya. Rumah sakit yang mementingkan peri kemanusiaan akan menyerahkan bayi itu kepada ibunya begitu dokter atau bidan merasa yakin bahwa si bayi sudah bernafas secara norml. Hal ini kadang-kadang terjadi lama sebelum placenta  keluar. Kontak kulit antara ibu dan bayi sangat penting dan sangat wajar bagi seorang ibu untuk memeluk bayinya melekat pada payudaranya yang mungkin saja akan segera dihisap.

Demikian pula, wajar bahwa tempat tidur bayi ditempatkan bersebelahan dengan tempat tidur ibunya. Juga tak ada batasan tentang kapan anak kecil itu boleh ditaruh pada sisi ibunya kalau menangis atau kalau sang ibu menginginkannya. Hendaknya jangan dianggap abnormal jika ada ibu yang menghendaki agar bayinya ditidurkan bersebelahan dengan dirinya di satu tempat tidur. Satu-satunya resiko untuk melakukan hal itu ialah bahwa si bayi dapat terjatuh dari tempat tidur yang tinggi. Orang menganggap tidak mungkin lagi bahwa seorang ibu akan menindih bayi yang sehat.

Bahkan pada waktu malam, sungguh ideal kalau bayi tidur di sebelah ibunya. Banyak ibu yang merasa lebih tenang untuk mengambil dan menyusui bayinya setiap bayi itu menangis daripada harus bercemas-cemas memikirkan apa yang terjadi dengan makhluk kecil itu di ruang lain yang terpisah. Ha ini lebih menyulitkan kalau bayi itu cukup dekat dengan ruang ibunya sedang wanita itu belum hafal dengan suara bayinya sendiri dan belum dapat membedakannya dari suara bayi-bayi lain. 

Kakak dari si bayi, baik laki-laki maupun perempuan, merupakan pengunjung yang sama pentingnya dengan ayahnya. Mereka itu hendaklah diperkenankan berkunjung bersama ayah mereka setiap saat kecuali pada waktu si bayi dan si ibu sedang istirahat. Resiko penularan penyakit dari seorang kakak yang sehat kepada si kecil adalah lebih kecil daripada penularan antara pasien di rumah sakit lewat dokter atau perawat. Sedangkan kalau anak-anak tidak diizinkan mengunjungi adik barunya, pengaruhnya bisa sungguh-sungguh tidak baik bagi hubungan kekeluargaan mereka.

Jika kelahiran berjalan normal, seorang wanita cukup tinggal di rumah sakit selama “empat puluh delapan jam”, artinya dua hari setelah kelahiran si bayi ia dapat pulang dan perawatan kesehatan selanjutnya sudah lepas dari rumah sakit dan dikembalikan ke dokternya atau bidan yang menangani sebelum kelahiran. Syukur jika yang membantu kelahiran adalah dokter atau bidan yang telah mengurusnya selama perawatan kehamilan, sehingga terdapat kontinuitas perwatan.

Kini marilah kita kembali ke pemikiran tentang bagaimana anda dapat memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya bagi si kecil selama masih dalam kandungan. Anda mungkin kerapkali kuatir jangan sampai janin dalam kandungan anda terluka karena anda terjatuh atau semacam itu, tetapi hendaklah anda tahu bahwa dalam kandungan, janin itu sangat aman berbantal otot-otot dan cairan yang melingkupinya sehingga sangat sulit janin itu terluka meskipun oleh pukulan yang sangat kuat.

Penularan penyakit lebih merupakan resiko bagi bayi selama mingu-minggu pertama dalam kandungan. Yang penting di antaranya adalah penyakit campak, sebab penyakit itu bisa dicegah dengan vaksinasi pada gadis-gadis sang calon ibu sejak usia sebelas sampai empat belas tahun. Penyakit-penyakit lain wajar juga untuk dihindari. Misalnya, cukup bijaksana jika anda tidak mengunjungi teman yang jelas sedang sakit influensa. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa anda tidak boleh ke luar rumah karena takut masuk angin. Jika anda pergi ke dokter lain karena suatu penyakit, katakanlah selalu bahwa anda sedang mengandung. Hal ini bisa mempengaruhi soal pemberian obat — misanya saja, lebih baik kalau selama mengandung anda tidak diberi antibiotik tetracycline, yang dapat menyebabkan gigi bayi menjadi kuning, dan mungkin berpengaruh jelek atas pertumbuhan tullangnya. Sebaliknya sedapat mungkin anda menghindari minum obat selama kehamilan, sebab tak ada yang dapat mengatakan bahwa suatu obat seratus persen aman. Bahkan aspirin pun dewasa ini termasuk diragukan pengaruhnya. Lagi pula, jika bayi anda lahir dengan masalah kecil sekalipun, anda mungkin akan bertanya-tanya dalam hati apakah hal itu tidak disebabkan karena obat tertentu yang telah anda minum selama kehamilan, dan perasaan bersalah mungkin akan selalu merongrong ketenangan hati anda.

tentang soal makan, tak ada alasan untuk membuat pantangan-pantangan yang rumit, atau keharusan makan ini dan itu misalnya. Tentu saja anda tidak perlu makan dobel sebagaimana kelakar banyak orang. Bahkan anda perlu memperhatikan pertambahan berat badan anda sehingga jangan melebihi yang baik menurut anjuran dokter. Protein harus cukup dan tidak boleh ada lemak dan karbohidrat yang berlebihan. Segelas susu setiap hari baik untuk menjaga agar gigi anda jangan menderita karena kekurangan kalsium. Kata-kata orang dulu bahwa setiap kelahiran menghilangkan satu gigi hanyalah menunjukkan kurangnya kalsium pada makanan anda.

Satu hal lagi; jika anda seorang perokok, hentikan merokok begitu anda mengetahui bahwa anda mengandung. Meroko mengakibatkan bayi lebih kecil dan karenanya kecerdasannya juga kelak akan berkurang.

Referensi:
Hugh Jolly, Membesarkan Anak Secara Wajar

Kamis, 26 Maret 2015-13:49 WIB
Sita Rose
Di Pangarakan, Bogor

Selasa, 17 Maret 2015

MACAN WELANG YANG MALANG Diceritakan Oleh Kak Sita



Macan Welang

ADIK-ADIK, sekarang Kak Sita mau mendongeng tentang seekor harimau loreng atau macan welang yang sangat setia dan loyal kepada tuannya sungguh perlu dicontoh dan diapresiasi menjadi teladan bagi kita bangsa manusia.  Adik-adik lokasi Kp. Pangarakan masih termasuk wilayah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.  Keadaan alamnya bisa dikatakan indah dengan cuaca yang sejuk diapit oleh dua buah gunung yang sampai sekarang masih mengandung banyak misteri, di sebelah barat terdapat Gunung Salak dan di sebelah timur terdapat Gunung Gede atau Gunung Pangrango.  Dari sinilah dongeng ini Kak Sita mulai.  Adik- adik, selamat membaca!

Dahulu kala, konon di Kp. Pangarakan tinggal sepasang suami istri yang bernama Kang Permana dan Teh Permani yang pekerjaan sehari-harinya, untuk menghidupi keluarganya, hanya dari bercocok tanam, berkebun, bertani dan menanam padi di sawah.  Kehidupan rumah tangga sepasang suami istri, Kang Permana dan Teh Permani itu nampak cukup bahagia, tenteram dan damai, akan tetapi mereka hingga kini belum juga dikaruniai seorang anak.  Tempat tinggal mereka berada di tepi kali Sadane yang airnya begitu jernih, bening dan bersih. Oleh penduduk setempat sungai itu digunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian, mencuci piring, mandi dan buang air besar, bahkan karena kejernihan, kebeningan dan kebersihan air sungai Sadane itu, sebagian besar penduduk setempat menggunakannya untuk minum. 

Pada suatu hari Kang Permana, hendak pergi membersihkan kebun jagung miliknya yang letaknya jauh di atas bukit.  Menuju ke sana harus melewati hutan kecil yang banyak ditumbuhi pohon-pohon bambu, naik-turun melalui jalan setapak yang licin jika hujan mengguyur bukit itu.  Akan tetapi cuaca di pagi hari itu kebetulan sangat cerah, sang Mentari pagi bersinar putih keperakan. Maka berkatalah Kang Permana kepada istrinya: 

“Istriku, kau jagalah baik-baik dirimu, jangan sampai pergi jauh, akang mau ke kebun dulu melihat tanaman jagung, mudah-mudahan sudah ada yang bisa dipanen?!”
“Ya, kang hati-hatilah di jalan!” demikian jawab istri Kang Permana sambil menyerahkan perlengkapan berkebun seperti pacul, sabit  parang dan keranjang kecil yang baru diambilnya dari belakang rumah.

Dengan membawa perlengkapan yang dibutuhkan, berangkatlah Kang Permana ke ladang kebun jagungnya yang berada jauh di atas bukit.  Dia terus melangkah melewati jalan setapak di tengah-tengah hutan bambu yang daunnya begitu rindang bergoyang-goyang berbunyi kemerisik, dan batangnya bersuara gruyat-gruyut karena tiupan angin pagi di bukit Pangarakan  berhembus sangat kencang.  Sementara cahaya Sang Surya pagi yang menembus lewat celah-celah daun bambu meskipun sedikit menyengat tak membuat Kang Permana merasa terhambat, dia terus melangkah dengan penuh semangat menuju ladang kebun jagungnya yang berada di atas bukit Pangarakan.

Dua jam sudah Kang Permana berjalan, ladang kebun jagung yang dituju sudah nampak di depan mata, kurang lebih 10 meter lagi di pengkolan jalan arah ke kanan.  Akan tetapi sungguh tak dinyana-nyana, persis di pengkolan jalan bertugu batu, dia mendengar suara auman harimau seperti yang sedang kesakitan, dan dari pengkolan jalan itu seekor anak harimau yang masih kecil berlari-lari ketakutan.  Melihat Kang Permana anak harimau itupun berlari menuju ke arah dirinya, mengeos-ngeoskan badannya ke arah kaki Kang Permana.  Melihat anak harimau yang masih teramat kecil, masih memerlukan susu induknya itu, dan terus mengeoskan badannya di kaki Kang Permana, dia menjadi iba lalu digendongnya anak harimau itu seraya berkata:

“Ada apa anak macan, kenapa seperti yang ketakutan, di mana indukmu?”  bertanya Kang Permana kepada anak harimau sambil mengelus-elus kepala anak harimau kecil yang berbulu lembut dan nampak lucu itu.

Mendengar  pertanyaan Kang Permana, anak harimau kecil itu seperti mengerti, ia meronta-ronta sambil mengeong-ngeong,  suaranya seperti suara kucing, agaknya minta dilepas dari gendongan Kang Permana. Kang Permana memahami keinginan anak harimau, dia lalu membungkukkan badannya melepas kembali anak harimau yang pada saat itu juga berlari-lari kecil menuju ke arah semula tempat tadi ia datang, sambil sebentar-sebentar menolehkan  kepalanya ke arah Kang Permana.  Melihat tingkah laku anak harimau kecil itu, Kang Permana lalu mengikutinya dari belakang sambil berkata sendiri dalam hati,
“Hm... ada kejadian apakah di ladang kebun jagungku? Anak harimau kecil itu nampaknya ketakutan sekali, dan seperti ingin memberitahukan bahwa ada peristiwa tertentu yang membuatnya bertingkah laku seperti itu!”

Benar saja, setiba di pengkolan arah ke kanan menuju ladang kebun jagung,  persis di bawah gerumbul pohon bambu yang rimbun, ada ular sanca besar berkulit kembang-kembang berwarna hitam kekuningan sedang melilit tubuh seekor harimau loreng yang nampak sudah tak berdaya dan kepalanya sebagian sudah tertelan berada di mulut sang ular sanca besar yang badannya sebesar batang pohon kelapa dengan panjang sekitar 15 meter itu.  Rupanya harimau loreng yang tewas dimangsa ular sanca besar itu adalah induk dari anak harimau kecil yang tadi datang minta pertolongan Kang Permana.  Mungkin saja saudaranya yang lain sudah tewas ditelan lebih dulu dan hanya dia sendiri yang selamat dari sergapan ular sanca besar itu.  Tak mau menanggung resiko bahaya yang akan dihadapi jika melanjutkan perjalannya menuju ladang kebun jagung miliknya, akhirnya Kang Permana berbalik arah untuk kembali ke pondoknya.  Baru sepuluh langkah berjalan, sontak dia ingat akan anak harimau kecil yang tadi datang menghampirinya, “Oya, lebih baik aku pelihara saja anak harimau yang induknya sudah tewas dimakan ular sanca raksasa itu, kebetulan hingga kini akupun belum mempunyai anak, dan sebaiknya aku ambil dan aku angkat saja dia sebagai anakku sendiri, mudah-mudahan istriku di rumah juga akan menyetujuinya.”  Akhirnya Kang Permana pun kembali berbalik ke tempat semula.  Ketika Kang Permana  berbalilik, dia  melihat anak harimau kecil itu berada di belakangnya, rupanya anak harimau kecil itu mengikuti terus  ke mana ia pergi.

Perasaan iba dan rasa empati yang begitu besar terhadap nasib si anak harimau yang masih kecil dan masih butuh perlindungan dan air susu dari induknya  itu, membuat Kang Permana begitu antusias dan bersemangat, dia bertekad untuk menolong dan memelihara sang anak harimau itu. Segera diapun menggendong anak harimau kecil itu dan dibawanya kembali pulang ke pondoknya.  Dalam hatinya ia berharap istrinya tidak marah dengan apa yang telah dilakukannya.  Segera diapun menggendong si anak harimau lalu dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang ada dipundaknya, dan selanjutnya dengan teresa-gesa dia melangkahkan kakinya berjalan menuju pondoknya.

Rutin Minum Teh Kurangi Risiko Kanker


Image "Minum teh" ( Foto: Google )
Minum teh


Rabu, 18 Maret 2015 , 08:56:00 - SIAPA yang tidak kenal dengan teh, salah satu tanaman yang bisa dibuat untuk menjadi minuman yang sangat sehat untuk tubuh kita. Teh berasal dari daun pucuk teh, biasanya pohon teh sendiri tumbuh di daerah pegunungan berhawa dingin. Teh yang berasal dari tanaman teh sendiri terdiri dari empat macam teh, seperti teh hitam, teh hijau, dan teh putih. Tapi apakah tanaman ini menyimpan khasiat teh yang sangat sehat baik untuk tubuh kita? Tentu saja teh memiliki khasiat yang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita. 

Sebuah studi baru di American Journal of Clinical Nutrition menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi flavonoid, jenis antioksidan yang berlimpah dalam teh, secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan endotel, kanker ovarium penyebab kelima kematian kanker di kalangan perempuan.
Peneliti mengamati kebiasaan makan lebih dari 170 ribu perempuan selama tiga dekade untuk mencapai kesimpulan ini. Temuan paling keren mereka, hanya mengonsumsi beberapa cangkir teh setiap hari dikaitkan dengan penurunan 31 persen terhadap risiko kanker mematikan ini.

"Mekanisme tidak sepenuhnya dipahami, tetapi sejumlah flavonoid memiliki sifat anti-inflamasi dan memiliki efek pada jalur sinyal sel," kata peneliti Aedin Cassidy, PhD, seperti dilansir laman Fox News, Selasa (17/3).
Jadi dengan mengonsumsi teh maka hal itu dapat mengurangi proliferasi kanker dan menginduksi apoptosis atau kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut.

Mengingat bahwa kanker ovarium sangat mematikan, sepertinya pilihan yang bijaksana untuk kembali mengonsumsi teh. Tetapi jika Anda tidak suka teh, maka Anda dapat mendapatkan sumber flavonoid lain dari apel, anggur, blueberry, anggur merah, cokelat hitam, buah jeruk dan bawang.(fny/jpnn)

Sabtu, 24 Januari 2015

"AIR SUSU IBU" By Hugh Jolly



Image Nadifa minum susu botol ( Foto: SP )
Nadifa minum susu botol
HUGH JOLLY: “AIR SUSU IBU”

UNGKAPAN KASIH - Minggu, 25 Januari 2015 - ORANG PRANCIS sering mempunyai gagasan yang bagus-bagus, dan program sesudah perang mereka untuk mengorganisir pelayanan kesehatan anak adalah sesuatu yang patut dijadikan contoh.  Sampai-sampai mereka mengajukan gagasan untuk membayar ibu-ibu yang mau menyusui bayinya.  Apapun yang mendorong para ibu memberikan susunya sendiri kepada bayinya adalah pantas untuk diperhatikan.  Namun rupanya pendorong yang paling efektif ialah membuat para ibu mengerti sebaik-baiknya tentang apa gunanya menyusui anak, baik bagi anak maupun bagi sang ibu sendiri.

Kalau kita mendengar seorang ibu menggambarkan perasaan besar hatinya karena mengetahui bahwa bayinya tumbuh dan menjadi sehat dan segar semata-mata berkat susu yang diberikannya, itulah pertanda suatu penyusuan yang berhasil.  Kenikmatan badani yang biasa melekat pada payudara tidaklah hilang karena disusukan kepada si bayi.  Alam tidaklah sebodoh itu.

Anggapan yang keliru ini masih sering ditambah pula dengan pengaruh tetangga dan sanak saudara karena mungkin mereka sendiri telah mengalami penyusuan yang tidak berhasil lalu memberikan nasehat agar jangan menyusui anak, atau mungkin bahkan sebelum si calon ibu hamil.  Mungkin sangat bergunalah kalau pengetahuan tentang air susu ibu dan menyusui bayi diajarkan lebih mendalam di samping ilmu faal tubuh di sekolah.  Sekali seorang wanita sudah hamil, dia hendaklah sudah tahu segala sesuatu yang menyangkut hal itu.  Tetapi banyak calon ibu yang pada waktu pemeriksaan kehamilan belum tahu menahu atau memutuskan tentang mau menyusui bayinya dengan air susunya sendiri atau dengan susu sapi saja.  Agaknya, sebaiknya pembicaraan tentang masalah ini dijadikan bagian khusus daripada tugas klinik bersalin.

Tentu saja kita tahu juga bahwa ada beberapa orang yang memang tidak mampu menyusui bayinya karena keadaan fisiknya, tetapi orang seperti itu tidaklah banyak.  Sebab sangat jaranglah seorang wanita yang melahirkan bayi tetapi tidak tidak keluar air susunya.  Kesulitan yang paling biasa adalah bahwa puting susu tidak menonjol sehingga tidak mungkin dikenyot oleh si bayi, tetapi hal ini dapat diatasi dengan menggunakan puting buatan yang dipasang diujung susu.  Kesulitan lain yang menyangkut pada ketidakmampuan menyusui ialah tidak keluarnya air susu karena si ibu terlampau cepat kembali ke pekerjaan rumah tangga secara penuh sebelum laktasi atau keluarnya  air susu mulai secara tetap.  Dalam keadaan demikian air susu seakan-akan mengering kembali. Selain itu ada ibu-ibu yang terpaksa segera kembali ke pekerjaannya di luar rumah.  Bagi mereka ini menyusui bayinya biar hanya dalam jangka beberapa waktu sudah lebih baik daripada tidak sama sekali.  

Beberapa ibu mempertimbangkan masalah menyusui atau tidak berdasar alasan bahwabegitu bayi, menyusu kepada ibunya adalah makanannya yang alamiah.  Ini benar juga, tetapi tidak cukup, terutama setelah sekarang ini orang mengetahui lebih banyak manfaat air susu ibu, khususnya yang bersifat biokimiawi, baik bagi si bayi maupun bagi ibu.

Komposisi susu sapi tidaklah seratus persen cocok untuk bayi manusia.  Hal ini biasanya tidak menimbulkan kesulitan apapun kalau si bayi lahir normal dan tidak terlampau dini.  Tetapi kalau tidak, masalah pelik dapat timbul.  Air susu ibu kadar proteinnya lebih sedikit daripada susu sapi dan kadar protein yang rendah ini cocok untuk berfungsinya ginjal bayi yang baru lahir.  Pada waktu yang lalu, ginjal seorang bayi yang baru lahir dianggap sebagai alat yang tidak efisien bila dibandingkan dengan ginjal orang dewasa, tetapi pendapat seperti itu kurang memberikan pertimbangan bahwa air susu ibu komposisinya sudah disesuaikan dengan kemampuan ginjal si bayi, lagi pula orang lupa bahwa anak kecil tumbuh dengan sangat cepat bila dibandingkan dengan orang dewasa.  Memang benar bahwa ginjal bayi belum seefisien ginjal orang dewasa untuk mengolah kadar protein yang tinggi, tetapi memang maksudnya bukan itu, sebab kadar protein air susu ibu lebih rendah dan lagi tidak semua protein langsung ke ginjal.  Sebagian besar protein dipergunakan bagi pertumbuhan bayi yang pesat itu sebelum sampai di ginjal untuk dibuang lagi.

Air susu ibu bila dibandingkan dengan air susu sapi, kadar fosfor, kapur, sodium dan kloridnya lebih sedikit.  Ukuran yang lebih rendah itu sesuai dengan kemampuan ginjal si bayi, sedangkan muatan elektrolit yang lebih berat pada susu sapi itu dapat menimbulkan masalah.  Kalau fosfor itu misalnya menjadi terlalu banyak, bayi dapat terkena apa yang disebut tetany — suatu bentuk terkejat-kejat (sangat lain dari tetanus) — yang disebabkan karena kurangnya kapur.
Kebanyakan sodium dan klorid akan menimbulkan masalah yang lebih serius, sebab ginjal byi kiranya tidak mudah dapat menghasilkan urine cukup pekat untuk menghanyutkannya.  Akibatnya, bayi mengeluarkan urine cair sebanyak mungkin dan bila terlalu banyak dia akan mengalami dehidrasi, sedang karenanya sodium di dalam tubuh terus meningkat.  Mungkin inilah sebab makin banyaknya angka kematian bayi yang disusui dengan susu sapi melulu.

Pengertian baru mengenai perlunya bayi manusia minum susu manusia seperti disebutkan di atas itu merupakan sebab mengapa para produsen susu kalengan tunggang-langgang bersaing untuk mengubah komposisi susu sapi yang diperuntukkan bagi bayi.  Produsen-produsen yang terbesar dewasa initelah melakukan perubahan tersebut dan memang formula baru mereka sudah lebih aman daripada yang sebelumnya.  Namun bagi kita menjadi jelas  pula bahwa peraturan pembuatan susu bagi bayi yang dicantumkan pada kaleng susu sungguh-sungguh perlu diperhatikan, sebab, susu yang dibuat terlalu kental dapat benar-benar berbahaya.

Air susu ibu menghasilkan pH yang kadar asamnya lebih tinggi di dalam lambung.  Ini merupakan keuntungan sebab ini mendorong pertumbuhan laktobasil yang tidak berbahaya dibandingkan dengan koliformbasil yang dapat berbahaya.  Air susu ibu, khususnya kolostrum — bentuknya yang paling awal, mengandung antibodi yang merupakan tambahan pelindung terhadap penyakit.  Gastroenteritis hampi tak dijumpai pada bayi yang disusui dengan air susu ibu, sedang gangguan itu dapat membawa maut bagi bagi bayi yang disusui susu sapi, terutama di negara-negara kurang maju yang belum begitu mementingkan sterilnya peralatan menyusui. Selain itu semua, protein pada susu sapi dan air susu ibu juga tidak sama.  Mungkin inilah yang menyebabkan banyak anak minum susu sapi yang berpenyakit eksim, karena mereka itu telah menjadi alergis terhadap protein ini.  Alergi terhadap susu sapi dapat pula menjadi penyebab kambuhnya bronkitis dan eksim.

Satu keuntungan yang baru-baru ini diketemukan pada penyusuan dengan susu ibu berhubungan dengan kegemukan ibu — penemunya, Dr. Donald Naismith dari Queen Elizabeth College, London, telah mendapatkan medali pergizian pada tahun 1973.  Dr. Naismith menunjukkan bahwa laktasi memberikan kesempatan kepada ibu yang baru melahirkan untuk membuang lemak yang telah menumpuk selama masa mengandung untuk menunjang kehidupan bayinya.  Siklus reproduksi seorang wanita baru selesai setelah selesainya laktasi, bukan pada waktu bayi dilahirkan.  Kalau siklus ini dihentikan pada saat kelahiran saja, maka ada kemungkinan si ibu tetap menyimpan lemak yang lebih banyak daripada sebelum mengandung.

Salah satu alasan menentang penyusuan ibu ialah bahwa sang ibu kehilangan bentuk idealnya.  Sekarang ini terbukti bahwa menyusui justru mengembalikan kehilangan bentuk tersebut.  memang benar bahwa bentuk payudara akan berubah, tetapi perubahan ini sebenarnya lebih merupakan akibat kehamilan, bukan karena menyusui.  Lagi pula kemampuan menyusui tidaklah tergantung dari besar kecilnya payudara ibu.

Satu aspek lain dari pulihnya bentuk ke normal ialah yang terjadi pada uterus.  Penyusuan menyebabkan dihasilkannya oksitosin, yaitu hormon yang salah satu pengaruhnya ialah mengerutnya uterus kembali ke normal.  Jadi penyusuan mempercepat pulihnya keadaan uterus ke keadaannya dahulu.  Pengerutan ini kadang-kadang dapat dirasakan oleh ibu pada uterusnya selagi si bayi menyedot susu dari payudaranya.

Si bayi dapat juga menjadi gemuk bila disusui dengan botol, sebab seorang ibu dapat mendorongnya untuk menghabiskan seisi botol.  Seorang bayi yang didorong lalu dipuji kalau menurut, lama-lama dapat bereaksi dengan minum berlebihan.  Dan bayi yang gemuk akan berkembang menjadi orang dewasa yang gemuk. 

Banyak ibu yang mengeluh bahwa mereka tak dapat mengatakan berapa banyak susu yang dihabiskan si bayi, dan hal ini dijadikan alasan untuk menyusui dengan botol.  Sebenarnya inilah katup pengaman alamiah melawan minum berlebihan.  Bayi yang menyusui di payudara selalu berubah-ubah banyaknya susu yang diminumnya.  Bayi yang sehat merupakan penentu paling tepat tentang kebutuhannya sendiri, dan hendaknya keputusan diserahkan kepadanya sepenuhnya.  Asalkan ia sudah nampak puas sesudah melepaskan puting payudara ibunya, ia jelas sudah mendapatkan cukup.  Oleh sebab itu tes penyusuan yang dulu biasa dilakukan untuk mengetahui berapa banyak susu yang dapat diberikan seorang ibu, dewasa ini sudah tidak model lagi, sebab hal itu hanya membuat sang ibu menjadi gelisah dan kegelisahan mengurangi produksi susu.

Kalau dibandingkan dengan anak sapi, maka normallah bahwa bayi manusia minta susu sedikit tetapi sering.  Penyelidikan dengan berbagai anak mamalia menunjukkan bahwa ada saling kaitan antara kadar protein dan seringnya menyusu.  Karena kadar protein sussu manusia hanya sedikit, maka wajarlah bahwa bayi manusia perlu sering menyusu, sedang anak sapi yangkadar protein dalam susunya lebih tinggi bisa jarang menyusu.  Maka tidak semestinyalah kalau di rumah sakit byi dijatah setiap tiga jam atau setiap empat jam saja.

Suatu penyelidikan di antara orang pribumi di Afrika dengan bayi-bayi yang ditidurkan di sebelah ibunya yang berbaju, memperlihatkan jarak menyusu bayi pada awal hidupnya antara 20 menit saja.  Maka jelas bahwa pernyataan tiap tiga atau empat jam harus merupakan kegagalan sebab kurang mengingat fisioogi laktasi.  Yang paling baik adalah penyusuan berdasar permintaan.  Seorang dewasa yang lapar akan pergi ke dapur atau mengambil sendiri makanan pengisi perutnya, atau minta saja.  Bayi susuan hendaknya disusui “menurut permintaan si bayi”.

Ada lagi nasehat orang yang kurang semestinya, yaitu penyusuan “sepuluh menit kiri dan kanan”.  Berapa waktu yang dibutuhkan si bayi untuk menyusu pada satu sisi henfaklah ditentukan oleh si bayi sendiri.  bisa saja ia sudah memenuhi kebutuhannya setelah minum dari payudara yang kiri saja; atau bisa juga setelah yang kiri kosong ia masih lapar dan ibu memindahkannya ke sebelah kanan.  Kemungkinannya ialah bahwa payudara yang kedua ini tidak disedotnya sampai kosong sebelum ia tertidur.  Tetapi dengan jalan memberikan yang masih tersisa itu lebih dulu pada penyusuan berikutnya, akan terjaminlah bahwa setiap payudara berurutan menjadi kosong.  Hal ini akan memenuhi hukum fisiologis yang lain lagi, bahwa untuk pengisian sempurna diperlukan pengosongan sempurna.

Bayi yang normal tidak memerlukan air susu atau susu botolan untuk memenuhi kebutuhannya akan susu ibu, dan hendaklah dipahami, bahwa setiap rambahan cairan yang diminum si bayi selain susu ibunya akan menyebabkan payudara ibu mengurangi produksi susunya sebanyak itu pula.  Payudara ibu berproduksi menurut sistim kebutuhan dan pengisian.

Sebenarnya kemampuan ibu-ibu dewasa ini untuk menyusui tidaklah kurang dari ibu-ibu di masa lalu, tetapi yang menimbulkan masalah dewasa ini ialah bahwa seetiap orang sudah ahli dan pintar dalam hal memberi nasehat tentang perawatanbayi, khususnya tentang penyusuan.  Hal ini jelas di rumah sakit, di mana ibu yang baru sering menjadi bingung oleh nasehat staf dan perawat yang saling bertentangan.

Satu hal lagi yang sering menimbulkan pertentangan pendapat ialah tentang berapa lamakah orang harus menyusui seorang bayi.  Hanya satu jawaban yang dapat diberikan di sini, yaitu “selama anda menghendakinya”.  Alam membuat penyusuan itu menyenangkan, dan tidak ada alasan mengapa kesenangan ini harus dihentikan pada waktu tertentu.  Ada ibu yang mengatakan bahwa menyusui jadi semakin menyenangkan setelah memasuki tahun kedua.  Mungkin ada yang mengajukan pendapat bahwa dengan umur itu anak sudah akan mempunyai gigi dan dapat menyakitkan bagi ibu.  Tetapi bayi yang menyusu bukannya makan melainkan menyedot, artinya ia tidak mengunyah sehingga giginya tidak perlu menimbulkan sakit pada ibu.

Bagaimanapun juga, menyapih anak yang menyusu ibu lebih mudah daripada menghentikan anak menggunakan botol.  Bagi anak menyusu botol paling baik sejak usia enam bulan, dan sejak usia ini anak mulai dilatih untuk makan makanan yang agak keras dan lambat-laun mengajarinya menggunakan sendok dan gelas serta lepas dari botol.  Kalau tidak, makin lama ia akan makin sukar melepas botolnya sepanjang hari.  Sang anak tidaklah begitu terpisahkan dari payudara ibunya, mungkin karena ibu dapat menyapihnya dengan memberinya kesibukan dengan mainan dan kegiatan lain bersama ibu sehingga anak tak merasakan frustasi.

 Pustaka:
Hugh Jolly. “Membesarkan Anak Secara Wajar”
(Petunjuk lengkap cara pameliharaan anak dari seorang dokter ahli)

sabtu, 24 Januari 2015 – 21:48 WIB
Sita Rose
Di Pangarakan, Bogor