TELAGA BIRU |
detikTravel Community -
Gunung Pangrango adalah bagian
perjalanan hidup Soe Hok Gie. Dia menulis puisi tentang Pangrango dengan
kata-kata dan rima yang penuh penghayatan. Gunung ini pun mampu membuat Soe Hok
Gie terpesona, bagaimana dengan Anda?
Kutipan puisi Soe Hok Gie yang dibuat pada tahun 1966 seolah menghipnosisku untuk bermimpi, suatu hari nanti saya akan menginjakkan kaki di Gunung Pangrango. Saya akan berdiri di sebuah hamparan padang luas Mandalawangi yang bertaburan bunga edelweiss.
Gunung Pangrango yang merupakan satu rangkaian dengan Gunung Gede memiliki beberapa jalur pendakian. Jalur-jalurnya adalah Jalur Cibodas, Jalur Putri, dan Jalur Salabintana. Jika melalui pintu utama Jalur Cibodas, kita akan dimanjakan dengan beragam satwa dan tumbuhan. Serta, keindahan Danau Telaga Biru dan eksotisnya jalur air panas.
Gunung Gede-Pangrango telah menjadi gunung favorit bagi sebagian pendaki. Selain medannya yang tidak terlalu sulit, di sana juga berlimpah air sepanjang rute perjalanan. Tapi Puncak Pangrango lebih jarang didaki, mungkin karena medannya yang lebih sulit. Membuat jalur menuju puncak Pangrango terlihat tampak lebih bersih ketimbang jalur menuju Puncak Gede.
Dingin dan lelah menyatu, tapi puisi itu seolah menyemangatiku untuk bisa sampai di Mandalawangi. Selangkah demi selangkah kutapaki jalan hutan menuju Puncak Pangrango.
Hingga akhirnya, saya tiba di sebuah patok yang terbuat dari semen setinggi kurang lebih 1,5 meter yang sering disebut trianggulasi, itulah Puncak Pangrango. Dari situ, saya mengarah turun sedikit untuk segera sampai dihamparan indah Mandalawangi. Tak sabar rasanya!
Setibanya di sana, kisah dan puisi Soe Hok Gie langsung terngiang di kepala. Tanpa terasa, setitik air mata pun jatuh. Inilah refleksi dari rasa syukur saya berada di satu tempat yang diimpikan. Terimakasih Tuhan atas kesempatan indah ini dan saya pun merindukan Mandalawangi kini.
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam ini ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali dan bicara padaku tentang kehampaan semua
"Hidup adalah soal keberanian
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, hadapilah"
Dan di antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Melampaui batas-batas jurangmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie
Kutipan puisi Soe Hok Gie yang dibuat pada tahun 1966 seolah menghipnosisku untuk bermimpi, suatu hari nanti saya akan menginjakkan kaki di Gunung Pangrango. Saya akan berdiri di sebuah hamparan padang luas Mandalawangi yang bertaburan bunga edelweiss.
Gunung Pangrango yang merupakan satu rangkaian dengan Gunung Gede memiliki beberapa jalur pendakian. Jalur-jalurnya adalah Jalur Cibodas, Jalur Putri, dan Jalur Salabintana. Jika melalui pintu utama Jalur Cibodas, kita akan dimanjakan dengan beragam satwa dan tumbuhan. Serta, keindahan Danau Telaga Biru dan eksotisnya jalur air panas.
Gunung Gede-Pangrango telah menjadi gunung favorit bagi sebagian pendaki. Selain medannya yang tidak terlalu sulit, di sana juga berlimpah air sepanjang rute perjalanan. Tapi Puncak Pangrango lebih jarang didaki, mungkin karena medannya yang lebih sulit. Membuat jalur menuju puncak Pangrango terlihat tampak lebih bersih ketimbang jalur menuju Puncak Gede.
Dingin dan lelah menyatu, tapi puisi itu seolah menyemangatiku untuk bisa sampai di Mandalawangi. Selangkah demi selangkah kutapaki jalan hutan menuju Puncak Pangrango.
Hingga akhirnya, saya tiba di sebuah patok yang terbuat dari semen setinggi kurang lebih 1,5 meter yang sering disebut trianggulasi, itulah Puncak Pangrango. Dari situ, saya mengarah turun sedikit untuk segera sampai dihamparan indah Mandalawangi. Tak sabar rasanya!
Setibanya di sana, kisah dan puisi Soe Hok Gie langsung terngiang di kepala. Tanpa terasa, setitik air mata pun jatuh. Inilah refleksi dari rasa syukur saya berada di satu tempat yang diimpikan. Terimakasih Tuhan atas kesempatan indah ini dan saya pun merindukan Mandalawangi kini.
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam ini ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali dan bicara padaku tentang kehampaan semua
"Hidup adalah soal keberanian
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, hadapilah"
Dan di antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Melampaui batas-batas jurangmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar